PEMBERONTAKAN ORANG KALANG DI CIREBON
PEMBERONTAKAN ORANG KALANG DI CIREBON
Pada masa Sunan Gunung Jati, wilayah Kerajaan Cirebon kedatangan orang-orang Kalang dari Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Orang Kalang adalah sub suku Jawa, nenek moyang mereka adalah para pekerja yang pandai membuat Pedati (Alat Angkut/Grobag Besar) dan para pemahat batu pada masa berdirinya Kerajaan Medang Kemulan.
Orang Kalang semenjak runtuhnya Medang dan masa setelahnya, dikenal sebagai orang-orang-orang yang teguh mempertahankan agama dan budaya leluhurnya, mereka lebih suka hidup nomaden (Berpindah-Pindah tempat untuk cocok tanam) dan tidak peduli pada pemerintahan manapun.
Karena sikap ketidak pedulian mereka dan kefanatikan mereka pada budaya dan agama leluhurnya, ketika memasuki Cirebon mereka susah diatur, dan hidup semau sendiri.
Sikap orang-orang Kalang yang susah diatur ini akhirnya membuat marah Kesultanan Cirebon, apalagi dengan sombongnya pemimpin orang-orang Kalang, yang bernama Patih Genden secara terang-terangan menyatakan tidak mau tunduk dan mematuhi peraturan dan undang-undang yang berlaku di Kesultanan Cirebon, meskipun kala itu mereka menetap di wilayah Kekuasaan Kesultanan Cirebon.
Walaupun sebagai pendatang, orang-orang Kalang yang datang ke Cirebon jumlahnya banyak, mereka dilengkapi senjata yang cukup untuk melumat musuh-musuhnya.
Mereka juga terdiri dari orang-orang yang terlatih berperang, sehingga mereka tidak mau tunduk dan tidak takut dengan Kerajaan manapun yang wilayahnya mereka duduki untuk kegiatan cocok tanam mereka.
Mendapati sikap orang Kalang yang memasang sikap permusuhan dan berani menyatakan pemberontakan.
Sunan Gunung Jati mengutus Panglima Perangnya yang bernama Arya Punglu untuk memimpin penumpasan pemberontakan.
Arya Punglu adalah salah satu Panglima Perang Kesultanan Cirebon yang kenyang akan peperangan, beliau merupakan Panglima asal Demak yang diperbantukan untuk mengamankan Cirebon dari gangguan musuh.
Pasukan Cirebon yang dipimpin Arya Punglu menyerbu orang-orang Kalang, sementara disisi lain, Pasukan Kalang yang dipimpin oleh Patih Genden juga telah bersiap untuk berperang.
Peperangan terbesar terjadi disebuah hutan kecil yang yang kalau itu ditinggali oleh orang-orang Kalang untuk bercocok tanam.
Di hutan kecil tersebut pertempuran diantara kedua belah pihak terjadi sangat sengit, kedua kelompok mulanya sama-sama kuat. Namun, karena Arya Punglu lebih unggul dalam strategi, pasukan Kalang dapat dipatahkan, bahkan Patih Genden yang mulanya bersikap sombong dapat ditangkap hidup-hidup.
Tertangkapnya Patih Genden menandai berakhirnya pemberontakan orang-orang Kalang. Dalam peristiwa itu, Patih Genden yang dihadapkan di depan Sunan Gunung Jati menyatakan diri takluk pada pemerintahan Kesultanan Cirebon, iapun bersama pengikutnya dengan suka rela memeluk agama Islam.
Sunan Gunung Jati mengampuni Patih Genden, Sunan Gunung Jati kemudian menghadiahkan suatu tempat kosong untuk ditinggali oleh orang-orang Kalang. Dikemudian hari tempat itu menjadi Padukuhan (Perkampungan) yang dinamakan "Pekalangan". Dinamakan demikian karena kampung tersebut ditempati oleh orang-orang Kalang.
Sementara itu, guna sebagai peringatan bagi anak cucu yang hidup dikemudian hari, hutan kecil yang dahulu dijadikan sebagai laga peperangan antara pasukan Cirebon dan Kalang dinamai "Karanggetas".
Karanggetas terdiri dari dua kata bahasa Cirebon, yaitu kata "karang" yang berarti "hutan kecil" dan kata "getas" yang berarti tumpul, ditumpukkan, dipatahkan/kalah, dikalahkan" Dinamakan demikian karena di hutan itulah orang-orang Kalang dikalahkan/ditaklukan oleh pasukan Cirebon. Selanjutnya seiring banyaknya penduduk, daerah itu berubah menjadi perkampungan yang bernama "Karanggetas".